Selasa, 01 November 2011

Agresif - Onar

Anak Agresif? Sebab, Perilaku, dan Penanganannya
________________________________________
Sebab Perilaku Agresif Anak dan Penanganannya (Cara Mengatasi Anak Yang Agresif dan Aktif)
midwifery-online.blogspot.com
Sering kita jumpai ada seorang anak yang berperilaku agresif. Serba salah memang saat kita menghadapi anak seperti ini. Bila kita menggunakan “kekerasan”, hati nurani kita mengatakan TIDAK. Tapi kalau dilembutin, lha kok malah tambah keterlaluan dan mengganggu atau memberikan pengaruh buruk pada anak yang lain. Sebelum kita menuju pada cara menanganinya, alangkah lebih baik bila kita mengetahu faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi berperilaku agresif.

1. Faktor Orang Tua
Pola asuh orang tua kepada anak, akan sangat mempengaruhi perilaku anak di “dunia luar”. Mengapa? Karena seorang anak akan sangat merindukan suasana rumah yang bahagia untuknya bisa bertumbuh secara fisik maupun mental. Oleh karena itu, pola asuh yang baik dan benar akan sangat dibutuhkan oleh sang anak. Bila suasa rumah, atau tempat orang tua mengasuh anak, tidak mendukung, maka hal ini bisa memicu sifat agresif anak. Sikap agresif anak pertama-tama disebabkan oleh adanya hal-hal yang dirindukan sang anak, namun sang anak tidak bisa mendapatkannya. Amarah yang “tidak terkendali” karena sifat yang masih kekanak-kanakan atau kedewasaan yang belum matang, bisa menyebabkan anak menjadi agresif. Biasanya sifat seperti ini disebabkan oleh keadaan rumah yang terlalu “kering” bagi sang anak. Sang anak merasa tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya.
Sikap agresif, juga bisa terbentuk dari pola asuh orang tua yang terlalu memanjakan. Sikap orang tua yang terlalu memanjakan sang anak dan selalu memberikan apa yang menjadi kemauan sang anak, juga bisa menjadi salah satu sebab anak menjadi agresif. Biasanya anak yang seperti ini, area kemandirian sang anak belum terbentuk dengan baik. Sehingga saat dia mengalami masalah kecil saja, bisa menjadi sebuah masalah yang besar bagi dia.

2. Faktor Sekolah
Sekolah juga bisa menjadi salah satu penyebab anak menjadi agresif. Biasanya, salah satu penyebabnya adalah “masalah dari rumah” juga. Orang tua yang terlalu menginginkan anaknya untuk menjadi anak yang berprestasi, bisa menjadi salah satu penyebab anak menjadi agresif. Karena tingginya tuntutan orang tua, maka anak yang masih ingin banyak bermain menjadi tertekan. Tekanan inilah yang menyebabkan anak menjadi agresif. Apalagi bila anak terlalu banyak diberikan materi-materi yang berat dari sekolah. Faktor yang lain adalah pengaruh dari teman-temannya di sekolah. Bila seorang anak memiliki teman-teman yang cenderung agresif, maka ada kemungkinan anak tersebut tertular teman yang lain.

3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan bisa didapat dari teman-teman bermain di lingkungan rumah. Yang pasti, teman yang baik, akan bisa mengubah seorang anak menjadi seorang yang baik pula. Begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, kita kembali pada orang tua, bagaimana memberikan anak lingkungan bermain yang baik dan mengenalkan pada teman-teman yang baik. Faktor lingkungan juga bisa dipengaruhi oleh media komunikasi. Misalnya adalah media televisi. Banyak sekali kita temukan adegan kekerasan di media televise dan tontonan-tontonan yang tidak layak bagi anak usia dini.

Berkaitan dengan faktor-faktor di atas, penangangan pada anak yang agresif adalah perkara yang gampang-gampang susah. Akan menjadi gampang, bila kita tahu caranya. Dan akan menjadi susah bila kita terlalu cuek dan tidak peduli atau malah merasa “malu” untuk membicarakan hal buruk yang terjadi pada anak sendiri. Untuk bisa menyelesaikan masalah ini memang sangat dibutuhkan sebuah keterbukaan, khususnya bagi orang tua. Komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak, orang tua dengan sekolah, orang tua dengan lingkangan, dan sekolah dengan orang tua perlu terjalin dengan baik. Mengapa? Kadang kita jumpai anak yang terlihat baik di hadapan orang tuanya, namun di luar rumah atau di sekolah, dia adalah anak yang bandel. Biasanya hal ini terjadi karena adanya miskomunikasi antara orang tua dengan salah satu lingkungan tersebut. Hal ini menyebabkan anak menjadi memiliki dunia yang berbeda-beda dan terkotak-kotak. Andaikan anak mendapatkan segala apa yang dia inginkan di rumah, dengan pola asuh yang baik, maka dia tidak akan mencari di luar rumah. Dan kalau toh sudah terlanjut anak mencari di “tempat lain” karena ada kebutuhannya yang tidak terpenuhi, misalnya dengan membuat onar di sekolah”, maka semua akan lebih cepat dan mudah didapatkan solusinya.
Jadi komunikasi adalah hal yang sangat penting, dan semua kembali pada orang tua. (Kak Zepe, Pencipta Lagu Anak)

Sumber: lagu2anak.blogspot.com

Secara umum, yang dimaksud dengan gangguan emosi dan perilaku adalah ketidakmampuan yang ditunjukan dengan respons emosional atau perilaku yang berbeda dari usia sebayanya, budaya atau norma sosial.
Ketidakmampuan tersebut akan mempengaruhi prestasi sekolah yaitu prestasi akademik, interaksi sosial dan ketrampilan pribadinya. Ketidakmampuan ini sifatnya menetap dan akan lebih tampak bila sang anak berada dalam situasi yangdirasakan menegangkan olehnya.
Gangguan emosi dan perilaku dapat saja muncul bersama gangguan psikologis lain, misalnya ADD ( Attention Deficit Disorder) yaitu gangguan pemusatan pikiran (GPP) atau ADHD ( Attention Dificit and Hyperactive Disorder)yaitu gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas ( GPPH) ataupun retardasi mental.
Karakteristik dari masalah perilaku dan emosional ini sangat bervariasi. Berikut ini akan digambarkan karakteristik perilaku agresif menurut Masykouri (2005) :
• Perilaku agresif dapat bersifat verbal maupun nonverbal.
Bersifat verbal biasanya lebih tergantung pada situasional bersifat nonverbal yakni perilaku agresif yang merupakan respons dari keadaan frustasi, takut atau marah dengan cara mencoba menyakiti orang lain.
Bentuk-bentuk perilaku agresif ini yang paling tampak adalah memukul, berkelahi, mengejek, berteriak, tidak mau mengikuti perintah atau permintaan, menangis atau merusak. Anak yang menunjukan perilaku ini biasanya kita anggap sebagai pengganggu atau pembuat onar. Sebenarnya, anak yang tidak mengalami masalah emosi atu perilaku juga menampilkan perilaku seperti yang disebutkan diatas, tetapi tidak sesering atau seimpulsif anak yang memiliki masalah emosi atau perilaku. Anak dengan perilaku agresif biasanya mendapatkan masalah tambahan seperti tidak terima oleh teman-temannya (dimusuhi, dijauhi, tidak diajak bermain) dan dianggap sebagai pembuat masalah oleh guru. Perilaku agresif semacam itu biasanya diperkuat dengan didapatkan penguatan dari lingkungan berupa status, dianggap hebat oleh teman sebaya, atau didapatkannya sesuatu yang diinginkan, termasuk melihat temannya menangis saat dipukul olehnya.
• Perilaku agresif merupakan bagian dari perilaku antisosial.
Perilaku anti sosial sendiri mencakup berbagai tindakan seperti tindakan agresif, ancaman secara verbal terhadap orang lain, perkelahian, perusakan hak milik, pencurian, suka merusak (vandalis), kebohongan, pembakaran, kabur dari rumah, pembunuhan dan lain-lain. Menurut buku panduan diagnostik (dalam Masykouri, 2005: 12.4) untuk gangguan mental, seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku antisosial (termasuk agresif) bila tiga di antara daftar perilaku khusus berikut terdapat dalam seseorang secara bersama-sama paling tidak selama enam bulan. Perilaku tersebut sebagi berikut.
1. Mencuri tanpa menyerang korban lebih dari satu kali.
2. Kabur dari rumah semalam paling tidak dua kali selama tinggal di rumah orang tua.
3. Sering berbohong.
4. Dengan sengaja melakukan pembakaran.
5. Sering bolos sekolah.
6. Memasuki rumah, kantor, mobil, orang lain tanpa izin.
7. Mengonarkan milik oranglain dengan sengaja.
8. Menyiksa binatang.
9. Menggunakan senjata lebih dari satu kali dalam perkelahian.
10. Sering memulai berkelahi.
11. Mencuri dengan menyerang korban.
12. Menyiksa orang lain.
Meskipun dari ciri-ciri tersebut tampaknya sangat jarang dilakukan anak usia sekolah, namun sebagai orang tua khususnya pendidik, perlu mewaspadai agar perilaku-perilaku tersebut jangan sampai muncul ketika anak beranjak remaja atau masa perkembangan remaja.
Jadi seorang pendidik perlu jeli untuk mengenali gejala perilaku yang tidak umum pada anak didiknya sedini mungkin, sehingga kasus tersebut dapat ditangani lebih awal.
http://belajarpsikologi.com/karakteristik-perilaku-agresif/

Komunikasi Efektif untuk Anak Pembuat Onar
SEMARANG -Perilaku anak pembuat onar dapat disebabkan oleh kemauan dari dalam diri sendiri atau dari luar. Bisa jadi anak ingin sekali berubah namun pada kenyataannya ia tetap terjebak untuk terus membuat onar. Hal itulah yang harus disadari guru agar tidak menjadi korban keonaran siswa atau siswa yang menjadi korban kemarahan guru.

Menurut Dra Endang Sri Indrawati MSi, Ketua Lembaga Bantuan Hukum untuk Wanita dan Keluarga (LBHuWK), anak menjadi pembuat onar akibat dari ketidakmampuannya beradaptasi karena gangguan perkembangan sosial dan emosi.

“Sehingga terciptalah tingkah laku anak yang bisa membuat dia puas tapi lingkungan sosial tidak bisa menerimanya,” ujarnya dalam seminar pendidikan “Bagaimana Menjadi Seorang Guru Profesional, Trik Cerdas Berkomunikasi Efektif Menghadapi Siswa Trouble Maker” di Hotel Telomoyo, baru-baru ini.
Acara itu juga dihadiri pembicara Drs Sugiyo MSi (Unnes) dan Dra Endang Purwaningtyas T (pengawas bimbingan konseling SMA).
Ciri-ciri Anak trouble maker (pembuat onar), lanjut Endang Sri Indrawati, biasanya memiliki ciri-ciri suka berbohong, sulit mengambil keputusan, sering cemas, depresi, merasa diperlakukan tidak adil, suka mencari kambing hitam, suka mengadu untuk mendapat perhatian, sering bertengkar, dan sering merusak.
“Oleh karena itu, bila bertemu dengan anak trouble maker, jangan menyelesaikan dengan cara marah. Jengkel saja tidak cukup,” kata dosen Undip itu.

Prinsipnya, tambah dia, ciptakan lingkungan sosial yang kondusif untuk mendukung perbaikan diri anak. Selain itu, ciptakan komunikasi efektif dengan cara pengertian, kesenangan, perubahan pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan yang diharapkan.

“Semuanya harus dilakukan tanpa paksaan. Kalau anak berubah karena motivasi internal, itu betul. Tapi kalau berubah karena disiplin sekolah, itu yang tidak benar,” tuturnya.

Sementara itu Sugiyo mengatakan, selama ini guru masih dalam fokus mengajar saja. Hanya menyampaikan materi, tidak peduli pada tingkah laku anak. “Padahal guru yang profesional seharusnya memperhatikan betul perilaku apa yang berubah pada si anak,” katanya.

Ia menyarankan, sebaiknya anak trouble maker tak dijauhkan dengan anak-anak pintar dan berkelakuan baik. “Bagaimanapun juga mereka butuh sosialisasi. Jika dijauhkan, mereka akan semakin merasa bodoh, dan yang pintar akan semakin merasa leboh eksekutif,” papar dia.

Menurut Endang Purwaningtyas, melakukan pendekatan secara persuasif adalah jalan keluar yang efektif. “Sebagai guru, cobalah untuk memosisikan diri sebagai orang yang dekat dengan si anak. Misalnya, si anak dekat dengan ibunya, ya coba posisikan diri sebagi ibunya,” kata Endang.

Atau bisa juga, lanjutnya, berkunjung ke rumah orang tua anak trouble maker. “Kalau kita dekat dengan orang tua si anak, berbicara apapun yang menyangkut masalah anak akan jadi lebih enak,” imbuhnya. (J8-45)

0 komentar:

Posting Komentar