Senin, 15 Oktober 2012

contoh angklet studi kasus

Angket Study Kasus 1. Data Identitas a) Identitas siswa Nama : Kelas : Jenis Kelamin : Tempat/tanggal lahir : Alamat : Suku Bangsa : Agama : Kegiatan yang disukai : b) Identitas Keluarga Ayah kandung Nama : Alamat : Pekerjaan : Suku Bangsa : Agama : Ibu Kandung : Nama : Alamat : Pekerjaan : Suku Bangsa : Agama : Kedudukan dalam keluarga Dirumah tinggal : Status Keluarga : Jumlah Saudara : Klien Anak ke : PROBLEM CHECKLIST PETUNJUK: Dibawah ini tercantum bermacam-macam persoalan. Tulislah nomor-nomor persoalan yang sesuai dengan persoalan yang pernah anda alami. Nyatakan dengan sejujur-jujurnya, tidak perlu merasa khawatir atau malu demi keberhasilan study dan masa depan anda. Kami hanya ingin memecahkan dan membantu kesulitan yang anda hadapi. 1. I. KESEHATAN 1. Sering sakit ketika masih di SD/ SMP 2. Sering sakit/kesehatan terganggu 3. Jantung sering merasa berdebar-debar 4. Sering sukar tidur 5. Sering merasa lemah dan tidak bersemangat 6. Sering merasa pening 7. Kadang-kadang sering merasa ngantuk 8. Merasa kurang gembira karena cacat 9. Kurang makanan yang mengandung gizi 10. Makanan sehari-hari terbatas (dijatah) 11. Pernah menderita penyakit 12. Pernah mengalami operasi 13. Lahir melalui operasi 14. Lahir sebelum waktunya 15. Pernah mengalami kecelakaan 1. II. KEADAAN HIDUP (KEHIDUPAN) 1. Tidak dibiasakan mendapat uang saku 2. Biaya sekolah kurang mencukupi 3. Penghasilan orang tua saya kurang/tidak mampu 4. Keperluan sekolah saya tidak terpenuhi 5. Saya terpaksa mencari kerja untuk membantu meringankan beban orang tua 6. Terpaksa sering menunggak SPP 7. Tamat SMK tidak melanjutkan karena biaya III. RUMAH DAN KELUARGA 1. Saya anak tunggal 2. Saya anak tiri 3. Saya anak angkat 4. Saya sudah tidak berayah 5. Saya sudah tidak beribu 6. Saya tidak punya ayah dan ibu 7. Saudara saya banyak 8. Saya biasa dimanja 9. Tidak tinggal bersama orang tua 10. Di rumah merasa tidak senang/tidak kerasan 11. Tidak pernah gembira 12. Di rumah tidak ada waktu untuk diri sendiri 13. Tidak akrab dengan orang tua 14. Kurang senang dengan tingkah laku orang di rumah 15. Ayah dan Ibu sering bertengkar 16. Orang tua sering bepergian 17. Orang tua kurang memperhatikan saya 18. Orang tua saya bersikap keras, tidak memberi kebebasan kepada saya 19. Orang tua tidak mau mengerti dnegan perkembangan saya 20. Orang tua saya sering membeda-bedakan 21. Ayah ibu tidak pernah ada pertemuan keluarga dengan anak-anaknya dalam rangka memberikan nasehat-nasehat bimbingan dan pendidikan 22. Ayah dan ibu tidak tinggal bersama 23. Keluarga saya kurang saling tolong menolong 24. Keluarga saya kurang bahagia 25. Keluarga saya hidup berantakan 26. Saya tidak puas dengan keadaan saya sekarang IV. AGAMA DAN MORAL 1. Tidak bersungguh-sungguh dalam menerima pelajaran agama 2. Tidak khusuk dalam menjalankan sholat 3. Kadang-kadang timbul ingin berganti agama 4. Sering berdusta 5. Sering mengingkari 6. Sering tidak mengakui kesalahan 7. Sering tidak jujur 8. Sering timbul sifat iri 9. Kurang bertoleransi dengan agama lain 10. Suka mempermainkan orang lain 11. Merasa iba terhadap orang lain 12. Kurang mempunyai rsa tepo sliro 13. Senang dengan pembicaraan yang ’porno’ 14. Kadang ingin mengambil barang milik orang lain 15. Sering lupa dengan barang yang pernah dipinjam 16. Mempunyai rasa hormat terhadap kaum wanita dan orang tua 17. V. OLAH RAGA/REKREASI/HOBI 1. Hampir tidak mempunyai waktu untuk rekreasi 2. Tidak senang berolahraga 3. Tidak mempunyai kegemaran satu cabang olah raga 4. Keinginan untuk berekreasi sering terhalang 5. Saya sering mengganggu pelajaran 6. Orang tua melarang hobby saya 7. Lebih suka membaca buku hiburan daripada buku pengetahuan 8. Gemar nonton film/band 9. Ingin belajar menyanyi 10. Suka menghadiri pesta-pesta 11. suka bepergian ke luar kota untuk melihat pemandangan 12. Gemar berkeliling kota dengan kendaraan pada sore hari 13. senang memelihara tumbuh-tumbuhan 14. senang memelihara binatang VI. HUBUNGAN SOSIAL-KEGIATAN BERORGANISASI 1. Tidak senang bermain-main dengan teman 2. Tidak senang bermain dengan kelompok 3. Sering gagal dalam mencari kawan 4. Merasa tidak disenangi kawan 5. Sukar menyesuaikan diri/bergaul 6. Enggan bergaul dengan teman 7. Merasa rendah diri 8. Bersifat pemalu 9. Mudah tersinggung 10. Ada sifat marah 11. Tidak ramah 12. Tidak mau menerima kritikan orang lain 13. Tidak suka membuka isi hati (tertutup) 14. Senang terjun dalam organisasi 15. Ingin menjadi pemimpin dalam organisasi 16. Tidak ingin memegang pimpinan 17. Bingung, grogi bila menghadapi orang banyak 18. VII. MASA DEPAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENDIDIKAN DAN JABATAN 1. Cita-cita dan pedidikan tidak dapat saya capai 2. Merasa pesimis terhadap masa depan karena sempitnya lapangan kerja 3. Ingin melanjutkan tetapi keadaan keluarga kurang mampu 4. Sulit menetapkan pilihan sekolah 5. Sulit memilih pekerjaan 6. Sulit memilih jurusan 7. Saya ingin mengetahui bakat dan minat kemampuan saya 8. Cita-cita tidak sesuai kemampuan saya 19. VIII. PENYESUAIAN KEPADA SEKOLAH 1. Saya sering malas masuk sekolah 2. Saya sering meninggalkan pelajaran yang tidak saya senangi 3. Saya sering membolos 4. Saya ingin pindah ke kelas lain 5. Di dalam kelas pikiran saya tidak fokus pelajaran, melamun atau mengantuk. 6. Peraturan tata tertip sekolah teralalu mengekang saya 7. Pribadi seseorang tidak saya senangi, akibatnya saya tidak senang dengan pelajaran yang saya terima 8. Hanya pelajaran tertentu yang saya senangi IX. KEBIASAAN MENGHADAPI BELAJAR 1. Belajar kalau ada ulangan saja 2. Belajar dengan waktu yang tidak teratur 3. Belajar setiap malam 4. Susah memahami pelajaran yang saya pelajari 5. Tiba di rumah mengulang pelajaran di sekolah 6. PR dikerjakan bila waktu sudah dekat 7. Lebih senang belajar sendiri 8. Sulit untuk memulai belajar 9. Dalam belajar lekas merasa lelah 10. Malas belajar 11. Sering terganggu dengan teman atau saudara 12. Belajar dengan cara menghafal 13. Belajar dengan cara membayangkan lagi 14. Belajar dengan memberi coretan 15. Belajar dengan cara membuat skema atau singkatan 16. Belajar dengan cara membuat pertanyaan 17. Belajar dengan cara memperbanyak latihan 18. Belajar dengan menyalin pekerjaan teman 19. Susah menghapal 20. Merasa selalu dicurigai oleh guru 21. Mengumpulkan tugas sebelum waktunya 22. Mengerjakan soal yang mudah terlebih dahulu 23. Mengerjakan soal dengan urut 24. Memeriksa kembali hasil pekerjaan 25. Berusaha bersungguh-sungguh memperoleh nilai yang baik 26. X. YANG BERHUBUNGAN DENGAN KURIKULUM DAN PENGAJARAN 27. Pelajaran di sekolah, saya rasa terlalu berat 28. Pelajaran di sekolah terlalu mudah 29. Ada pelajaran sehari-hari yang berat 30. Ada pelajaran sehari-hari yang mudah 31. Sulit mendapat buku pelajaran 32. Sulit memahami sendiri isi buku-buku pelajaran 33. Sering mendapat angka rendah 34. Tidak merasa malu bila mendapat nilai rendah 35. Sering merasa deg-degan kalau mendapat giliran 10. Sukar dalam mengerjakan tugas sekolah 11. Kurang menyukai ibu/bapak guru XI. MEMIKIRKAN SOAL CINTA 1. Memikirkan soal cinta terlalu dini bagi saya 2. Bercinta adalah bagian dari hidup saya 3. Bercinta di masa sekolah dapat member dorongan bagi saya 4. Bercinta di sekolah dapat patah semangat 5. Saya mulai tertarik pada salah satu teman 6. Saya pernah patah hati dalam bercinta 7. Gemar membaca buku, majalah tentang percintaan 8. Orang tua melarang hubungan cinta 9. Terpaksa bercinta dengan sembunyi-sembunyi 10. Merasa terpengaruh oleh adegan-adegan di film 11. Berkhayal tentang adegan di film. CHECK LIST KEBIASAAN BELAJAR (STUDY HABIT) Petunjuk : Berilah tanda cek ( √ ) pada tempat yang telah disediakan, jawablah dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan pernyataanmu. 1. ( ) Saya mempunyai cukup waktu untuk belajar di rumah 2. ( ) Dirumah saya tidak mempunyai waktu yang cukup untuk belajar 3. ( ) Saya belajar setiap hari secara teratur 4. ( ) Saya belajar kalau ada ulangan saja 5. ( ) Saya terlalu banyak membantu orang tua saya di rumah 6. ( ) Saya mempunyai daftar waktu untuk belajar (time schedule) 7. ( ) Saya tidak mempunyai daftar waktu untuk belajar 8. ( ) Saya mempunyai kelompok belajar di rumah 9. ( ) Ada kamar belajar sendiri di rumah 10. ( ) Lampu ruang belajar di rumah sangat memenuhi 11. ( ) Adik-adik / kakak saya sering mengganggu belajar saya di rumah 12. ( ) Teman-teman saya sering mengganggu belajar saya 13. ( ) Suara bising di jalan sering mengganggu saya belajar 14. ( ) Saya biasa tidur siang 15. ( ) Saya tidak biasa tidur siang 16. ( ) Di rumah saya mempunyai kegiatan-kegiatan olahraga, organisasi, atau kegiatan-kegiatan lainnya selain membantu orang tua 17. ( ) Biasanya saya mempelajari bahan-bahan belajar yang lebih sulit terlebih dahulu, kemudian mempelajari bahan belajar yang ringan 1. ( ) Saya tidak merencanakan bahan apa yang harus saya pelajari 19. ( ) Saya merasa kurang cocok terhadap bidang study/jurusan yang saya pilih 20. ( ) Saya sudah merasa cocok terhadap bidang study atau jurusan yang saya pilih 21. ( ) Saya bersama orang tua saya menentukan bidang study/jurusan yang saya ambil 22. ( ) Saya sendiri yang menentukan bidang studi/jurusan yang saya ambil 1. ( ) Ada beberapa pelajaran yang sulit saya ikuti 2. ( ) Saya dapat mengikuti system pendidikan di sekolah ini 3. ( ) Saya dapat mengikuti system di sekolah ini 4. ( ) Saya tidak mengerti system pendidkan sekolah ini 5. ( ) Alat-alat belajar selalu tidak mencukupi dan tidak terbeli 6. ( ) Uang SPP selalu mengganggu belajar saya 29. ( ) Alat-alat pelajaran di sekolah sangat membantu saya dalam belajar 1. ( ) Orang tua saya selalu memperhatikan waktu 31. ( ) Orang tua/wali saya kadang-kadang memperhatikan penggunaan waktu belajar di rumah 32. ( ) Orang tua /wali saya memperhatikan penggunaan waktu belajar di rumah 1. ( ) Saya belajar bila dapat teguran dari orang tua 2. ( ) Saya belajar karena dorongan dan kebutuhan saya sendiri 3. ( ) Saya belajar terdorong oleh teman 4. ( ) Saya kurang jelas manfaat pelajaran yang saya ikuti 5. ( ) Buku-buku pelajaran saya tidak lengkap 6. ( ) Buku-buku pelajaran saya cukup lengkap 7. ( ) Catatan saya kurang lengkap 8. ( ) Catatan saya lengkap 9. ( ) Saya tidak begitu berminat dengan buku-buku di perpustakaan 10. ( ) Sulit memahami buku-buku pelajaran 11. ( ) Saya sering membaca buku di perpustakaan 12. ( ) Saya tidak pernah membaca buku di perpustakaan 13. ( ) Sering saya bertanya pelajaran kepada bapak/ibu guru 14. ( ) Jarang saya bertanya kepada bapak/ibu guru 15. ( ) Kadang saya bertanya kepada teman 16. ( ) Sering saya bertanya kepada teman 17. ( ) Tidak pernah bertanya pelajaran kepada teman JAWABLAH PERTANYAAN BERIKUT INI UNTUK MELENGKAPI KETERANGAN DI ATAS 1. Berapa jam kah rata-rata dalam satu hari anda menggunakan waktu untuk belajar? Siang hari sesudah sekolah: ………………………jam, dari jam……………………….. sampai dengan jam……………………….. Malam hari: ………………………jam, dari jam……………………….. sampai dengan jam……………………….. 1. Apakah anda memerlukan keterangan cara-cara belajar yang baik? Ya/Tidak (pilih salah satu) 2. Bila memerlukan keterangan-keterangan masalah apakah yang akan anda peroleh: Berilah tanda cek 1. ( ) Cara belajar yang efektif 2. ( ) Cara menghafal 3. ( ) Cara membaca 4. ( ) Cara membuat singkatan 5. ( ) Cara mempelajari jenis-jenis tertentu DAFTAR ISIAN SOSIOMETRI ISILAH DATA DI BAWAH INI DENGAN SEJUJUR-JUJURNYA. 1. Pilihlah 3 orang temanmu dalam kelas yang kamu senangi? 1. ………………….. alasannya …………………………………….. 2. ………………….. alasannya …………………………………….. 3. ………………….. alasannya …………………………………….. 2. Pilihlah seorang temanmu yang kamu senangi sebagai ketua kelompok belajar. …………………………….. alasannya …………………………………….. 1. Pilihlah salah satu teman yang kamu senangi sebagai ketua kelas. …………………………….. alasannya …………………………………….. 1. Diantara teman-temanmu, mana yang kamu sukai belajar di rumah bersama? . …………………………….. alasannya …………………………………….. 1. Pilihlah 3 orang temanmu yang mempunyai hobby yang sama dengan kamu? 1. ………………….. alasannya …………………………………….. 2. ………………….. alasannya …………………………………….. 3. ………………….. alasannya …………………………………….. 2. Siapakah seorang guru yang banyak membantu kamu dalam belajar? …………………………….. alasannya …………………………………….. 1. Pilihlah 3 orang temanmu yang tidak kamu senangi? 1. ………………….. alasannya …………………………………….. 2. ………………….. alasannya …………………………………….. 3. ………………….. alasannya …………………………………….. 2. Siapa teman yang paling tidak kamu senangi? …………………………….. alasannya ……………………………………..

uas kesmen

Nama : Devita Sary NIM : 06101007021 Mata Kuliah : Kesehatan Mental Jurusan/prodi : Ilmu Pendidikan/Bimbingan dan Konseling Semester : 3/Ganjil Dosen Pengasuh : Drs. Romli Menarus, S.U, Kons Soal Ujian 1. Bagaimanakah kesehatan mental bersumber dari emosi? Jawab: Seperti yang kita ketahui Kesehatan Mental merupakan adanya keselarasan antara seluruh aspek psikologis dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi jiwa yang dimiliki seseorang untuk dikembangkan secara optimal. Fungsi-fungsi jiwa dalam kaitan kesehatan mental ini seperti emosi (perasaan), kognisi (pikiran), dan konasi (sikap). Apabila ketiga fungsi jiwa ini saling bekerjasama satu sama lain maka baru dapat dikatakan adanya keharmonisan dalam jiwa seseorang tersebut. Kemudian Emosi merupakan perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu.Emosi juga dapat dikatakan reaksi terhadap seseorang atau kejadian. Salah satu dari fungsi jiwa adalah emosi, maka apabila emosi tidak selaras dengan fungsi jiwa lainnya maka dapat mengganggu kesehatan mental seseorang. Emosi dapat berpebengaruh besar pada kesehatan mental manusia karena emosi dapat mempengaruhi segala tindakan orang tersebut. Apabila emosi stabil dan dapat terkontrol maka segala hal yang dilakukanpun dapat terkontrol dengan baik dan dapat terhindar dari gangguan kesehatan mental. Karena hal itulah, emosi dapat dikatakan sebagai sumber kesehatan mental. 2. Bagaimana kesehatan mental mempengaruhi tingkah laku? Jawab: Seseorang dapat dikatakan memiliki mental yang sehat yakni dapat terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang ada, adanya keserasian fungsi psikis dan fisik, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin. Tingkah laku seseorang merupakan wujud dari kepribadian orang tersebut. Seseorang yang memiliki kesehatan mental maka tingkah lakunya pun dapat mengikuti bagaimana kesehatan mentalnya. Seseorang yang memiliki mental yang sehat maka dia dapat menyesuaikan diri dengan mudah dan dengan itu ia dapat bertingkahlaku sesuai dan bertingkah laku baik. 3. Bagaimana pengaruh kesehatan mental orang tua mempengaruhi kesehatan mental anak-anaknya? Jawab: Seperti yang saya ketahui, orang tua merupakan agen perubahan yang pertama. Keluarga merupakan lingkungan terkecil yang sangat mempengaruhi psikologis anak. Bagaimana anak besikap, bersifat dan berfikir adalah hasil dari gambaran keluarganya. Dalam kehidupan, hal paling mendasari adalah meniru apa yang ada disekeliling kita. Keluarga merupakan model pembelajaran utama bagi anak-anaknya. Apapun yang dilakukan anak,sebagian besar merupakan gambaran dari orang tuanya, karena anak-anak mendapat contoh dari orang tuanya sebagai acuan dalam hidupnya. Apabila orang tua nya memilki kesehatan mental yang baik maka besar kemungkinan anak-anaknya juga akan memiliki kesehatan mental yang baik, dan sebaliknya, apabila orang tua memiliki kesehatan mental yang kurang baik dan member contoh buruk bagi anaknya, maka anak tersebut juga akan memiliki kesehatan mental yang kurang baik. Misal nya orang tua yang sering bertengkar dan sering melakukan tindkan kasar didepan anaknya maka anaknya pun akan meniru hal tersebut. 4. Bagaimana pengaruh konselor terhadap kesehatan mental peserta didiknya? Jawab: Konselor atau guru pembimbing merupakan pusat pelayanan dalam sebuah lembaga, baik lembaga masyarakat atau organisasi seperti sekolah. Konselor merupakan orang yang berkewajiban untuk menangani orang-orang normal yang memiliki masalah. Jadi, sebelum melakukan konseling, konselor harus terlebih dahulu memastikan bahwa dirinya memiliki mental yang sehat, karena untuk membenahi klien yang bermasalah baik kesehatan mentalnya terganggu atau masalah lainnya, konselor harus sehat jiwa,mental, dan fisiknya. Apabila seorang konselor memiliki kesehatan mental yang terganggu maka kegiatan konselingnya tidak akan berjalan dengan baik dan berhasil maksimal dan bagaimana akan membantu perkembangan mental peserta didik pabila keadaan konselornya pun terganggu, dan proses konseling akan terhambat dengan keadaan konselor yang seperti itu. 5. Jelaskan pembinaan kesehatan mental yang seharusnya disekolah? Jawab: Pembinaan kesehatan mental disekolah merupakan kewajiban seluruh komponen sekolah, meskipun tanggung jawab yang paling besar ada pada konselor sekolah atau guru pembimbing, dimana guru pembimbing memiliki tugas untuk membantu peserta didik memaksimalkan potensi yang ada dan membantu dalam penyelesaian masalah dan mengembangkan serta menyalurkan potensi yang ada. Kesehatan mental merupakan factor utama dalam menjalani kehidupan, seseorang harus mulai memahami pentingnya kesehatan mental sedini mungkin, dan sekolah termasuk pusat pelayanan pendidikan yang paling baik untuk memberi pemahaman dan pendidikan kesehatan mental agar kesehatan mental dapat terus berkembang dan terhindar dari gangguan mental lainya. Tidak hanya konselor sekolah, tetapi juga semua komponen sekolah harus memberikan memberikan contoh yang baik kepada peserta didik nya, karena peserta didik dapat meniru apapun yang dilakukan gurunya. Selain itu juga, sekolah seharusnya memberikan suasana kekeluargaan dan kenyamana dalam lingkungan sekolah. Dengan keadaan sekolah yang baik dan komponen sekolah yang memilki kesehatan mental yang baik maka akan membantu para siswanya mengembangkan mental yang sehat.

Pengaruh Konformitas Pada Hubungan Persahabatan di Usia Remaja

Pengaruh Konformitas Pada Hubungan Persahabatan di Usia Remaja I. Pendahuluan Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan dalam rentang kehidupan manusia yang berada dalam keadaan transisi dari masa anak-anak menjadi masa dewasa. Rentang usia remaja berkisar antara 13 atau 14 tahun sampai 21 tahun. Dalam perkembangannya remaja mengalami perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikologis. Saat memasuki masa remaja, individu cenderung lebih banyak menghabiskan waktu bersama kelompok teman sebaya dari pada keluarganya. Hal ini dikarenakan kebutuhan social nya, dimana seorang remaja mulai membutuhkan teman yang memahami dan menolongnya, menjadi tempat untuk berbagi suka dan dukanya. Teman dalam diri seorang anak remaja memberikan pengaruh tertentu sehingga dia sewarna dengan temannya dan bahkan mengikuti dari segi pakaian, ucapan dan prilaku. Teman sebaya mempunyai peran yang penting dalam kehidupan remaja. Menurut Mappiare (dalam Jayantini, 2007), ketika merasa cocok dengan teman yang telah dikenalnya, seorang remaja akan membentuk komunitas atau kelompok dimana akan terjalin ikatan persahabatan. Persahabatan merupakan hubungan yang bersifat timbal balik, setimbang, dan stabil. Pengaruh kelompok teman sebaya sangat kuat pada diri remaja. Kelompok teman sebaya memiliki aturan tertentu yang harus dipatuhi oleh remaja sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian remaja terhadap norma dengan berperilaku sama dengan kelompok teman sebaya disebut konformitas (Monks, 2004, hal.282). Misalnya seorang remaja yang memilik teman dekat dengan hobby membaca, secara tidak langsung lambat laun remaja tersebut akan mulai terbiasa dengan membaca, meskipun sebelumnya ia tidak begitu suka membaca. Dasar utama dari konformitas adalah ketika individu melakukan aktivitas dimana terdapat tendensi yang kuat untuk melakukan sesuatu yang sama dengan yang anggota kelompok lainnya. Remaja yang mempunyai tingkat konformitas tinggi akan lebih banyak tergantung pada aturan dan norma yang berlaku dalam kelompoknya, sehingga remaja cenderung mengatribusikan setiap aktivitasnya sebagai usaha kelompok, bukan usahanya sendiri (Monks dkk, 2004, h.283). Makalah ini berisi mengenai salah satu contoh persahabat di usia remaja yang sangat dipengaruhi oleh konformitas. Permasalah ini dialami oleh Winda seorang pelajar yang baru duduk di kelas X Sekolah Menengah Atas. Winda adalah seorang remaja yang hidup dengan banyak masalah keluarga. Ia dibesarkan di sebuah keluarga yang penuh konflik sehingga membuat Winda menjadi remaja yang kurang percaya diri, tertutup, sering minder, dan menarik diri dari lingkungan. Hal tersebut disebabkan oleh tekanan yang diterima dari pengaruh masalah keluarganya. Pada masalah ini Winda memmiliki kesempatan untuk menjalani hari-harinya karena adanya Lusi dan Indri yang hadir sebagai sahabatnya, yang membawa Winda menjadi remaja yang lebih ceria dan percaya diri. II. Pembahasan Winda seorang pelajar Sekolah Menengah Atas yang baru duduk di kelas X. Winda adalah seorang remaja yang hidup dengan banyak masalah keluarga. Sejak Kecil ibu dan ayah Winda sudah berpisah, Winda dan adiknya tinggal bersama ibu dan neneknya. Mereka hidup di sebuah keluarga yang sederhana. Dilingkungan social, Winda dikenal sebagai remaja yang tertutup. Ia jarang sekali bermain bersama teman-teman sebaya disekeliling rumahnya, bahkan bahkan sebagian tetangganya tidak begitu mengenali Winda. Ia hanya keluar rumah ketika ada sesuatu yang akan dilakukan, seperti sekolah. Selama ini dia belum memiliki teman akrab apalagi sahabat. Winda selalu menyalurkan keluh kesahnya lewat tulisan, karena ia tidak memiliki tempat untuk berbagi suka dukanya. Winda yang cenderung pemalu, ketika duduk di bangku kelas X SMA, saat kegiatan masa orientasi siswa, ia berkenalan dengan teman satu kelasnya bernama Lusi dan Indri. Lusi merupakan seorang remaja yang hidup berkecukupan dan baik hati. Ia dibesarkan dari keluarga yang jauh berbeda dengan keadaan keluarga Winda. Kemudian Indri yang merupakan teman Lusi sejak SMP. Lusi dan Indri merupakan remaja yang ceria dan selalu menanggapi maslah dengan berfikir positif. Sejak Masa Orientasi Siswa itu, Lusi dan Indri mulai berteman dengan Winda, awalnya Lusi dan Indri agak bingung dengan tingkah Winda yang jauh berbeda dengan mereka berdua. Akan tetapi Lusi dan Indri selalu saja berada didekat Winda, meskipun Winda tertutup, Lusi dan Indri tak pernah memaksa winda untuk bercerita mengenai keadaannya, mereka mulai mengerti keadaan winda ketika mereka dating ke rumah winda untuk mengajaknya belajar bersama. Winda cukup berpotensi, hanya saja ia tidak pernah mau untuk menunjukkan potensinya. Setelah setengah tahun mereka bersama, Lusi dan Indri yang selalu menemani Winda dan menolong winda, akhirnya Winda mulai terbiasa dan mulai perlahan bercerita tentang segala hal yang dilewatinya. Lusi dan Indri selalu bercerita dan berbagi tentang segala sesuatu yang mereka alami, baik itu bahagia ataupun sebuah kesedihan. Lusi dan Indri selalu memancing winda agar winda mau bercerita mengenaidirinya, mereka memiliki sebuat buku catatan dimana mereka mengutarakan semua perasaan mereka. Tentu saja Winda ikut terbantu dengan tindakan ini. Ia bias lebih menyalurkan perasaannya tanpa terpaksa. Hingga akhirnya Winda akhirnya tidak sungkan lagi bercerita kepada Lusi dan Indri mengenai apa yang ia rasakan. Sejak saat itu, Lusi dan Indri sering mengajak winda berjalan, bermain bersama bercerita, dll. Hingga winda mulai menjadi anak yang ceria. Mereka sering belajar bersama, bernyanyi dan pergi sekolah bersama. Winda merasa sangat bahagia dengan keadaannya sekarang. Winda yang dulu jarang keluar rumah, kini ia menjadi aktif dan ceria seperti remaja pada umumnya. Winda lebih percaya diri dan menanggapi masalahnya dengan positif seperti tindakan temannya Lusi dan Indri. Setelah dua tahun mereka bersahabat, akhirnya Winda benar-benar berubah, kini ia menikmati hidupnya, berfikir positif pada setiap masalah yang dihadapinya dan menjadi remaja yang ceria seperti Lusi dan Indri. Persahabatan mereka pun diikat oleh perjanjian, yakini apapun keadaannya mereka harus terus bersama dan tetap terus ceria menghadapi setiap masalah. Winda kini lebih percaya diri dan terbuka, ia pun lebih dikenal lingkungan sebagai remaja yang ramah dan ceria dan berprestasi di bidang bahasa. Semua ini berkat adanya pengaruh konformitas dari sahabat-sahabatnya Lusi dan Indri. III. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa dimana seseorang memiliki kebutuhan untuk memiliki teman akrab sebagai tempat untuk berbagi, saling mengerti, belajar untuk memahami dan menghargai orang lain, dan pengakuan diri. Persahabatan merupakan bentuk dari sebuah kedekatan hubungan dari para remaja. Dimana remaja cenderung menghabiskan waktu dengan temannya, yang kemudian membawa banyak dampak pada kehidupannya. Salah satu faktor terjalinnya hubungan kedekatan adalah adanya konformitas, dimana konformitas merupakan upaya individu melakukan sesuatu sesuai dengan kebiasaan dan keadaan kelompoknya. Konformitas sangat berpengaruh dengan pelakunya, dimana apabila kelompok merupakan kelompok yang terbiasa melanggar norma dan aturan, maka pelaku pun cenderung meniru dan melakukan hal yang sama, tetapi ketika kelompok tersebut positif maka akan membawa pelaku konformitas menjadi lebih baik seperti contok pada kasus Winda, Lusi dan Indri. Daftar Pustaka http://eprints.undip.ac.id/11099/1/buat_jurnal_sukma.pdf

Pendidikan anak berkebutuhan khusus

Model Layanan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dan Landasan Bahwa ABK Perlu Sekolah atau Perlu Mendapat Pendidikan  Model Layanan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. jenis-jenis anak berkebutuhan khusus : 1. Tunagrahita (Mental retardation) 2. Tunalaras (Emotional or behavioral disorder) 3. Tunarungu Wicara (Communication disorder and deafness) 4. Tunanetra (Partially seing and legally blind) 5. Tunadaksa (physical disability) 6. Tunaganda (Multiple handicapped) 7. Kesulitan Belajar (Learning disabilities) 8. Anak Berbakat (Giftedness and special talents) 9. Anak Autistik 10. Hyperactive (Attention Deficit Disorder with Hyperactive) Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus A. Tunanetra (Partially seing and legally blind) Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Prinsip yang harus diperhatikan dalam pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium) Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra 1. Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf. 2. Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic. 3. Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu. 4. Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual. 5. Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media. Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku. B. Tunarungu Wicara (Communication disorder and deafness) Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan modifikasi perilaku. C. Tunagrahita (Mental retardation) Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi. Strategi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara lain; a) Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan b) Strategi kooperatif c) Strategi modifikasi tingkah laku D. Tunadaksa (physical disability) Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik. Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut: A. Pendidikan integrasi (terpadu) B. Pendidikan segresi (terpisah) C. Penataan lingkungan belajar E. Tunalaras (Emotional or behavioral disorder) Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar. Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut; 1. Model biogenetic 2. Model behavioral/tingkah laku 3. Model psikodinamika 4. Model ekologis F. Kesulitan belajar (Learning disabilities) Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep. Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar 1. Anak berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial teaching 2. Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan. 3. Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak G. Anak Berbakat Strategi pembelajaran bagi anak berbakat Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah : 1. Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas. 2. Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional. 3. Berorientasi pada modifikasi proses, content dan produk. Model-model layanan yang bias diberikan pada anak berbakat yaitu model layanan perkembangan kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus. Penyelenggaraan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Menurut Hallahandan kauffman (1991) bentuk penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ada berbagai pilihan yaitu: 1. Reguler Class Only (kelas biasa dengan guru biasa) 2. Reguler Class With Consultations (kelas biasa dengan konsultan guru PLB) 3. Itinerant Teacher (kelas biasa dengan guru kunjung) 4. Resource Teacher ( Guru sumber, yaitu kelas biasa dengan guru biasa, namun dalam beberapa kesempatan anakberada did ruang sumber dengan guru sumber) 5. Pusat Diagnnostik-Prescription 6. Hospital or Homebound instruction ( pendidikan di rumah atau di rumah sakit, yakni kondisi anak yang belum memungkinkan masuk ke sekolah biasa) 7. Self-contained Class (kelas khusus di sekolah biasa bersama guru PLB) 8. Special Day School (sekolah luar biasa tanpa asrama) 9. Residential School (sekolah luar biasa berasrama) Bentuk Layanan Pendidikan Segregasi Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan kusus diberikan layanan pendidikan pada pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Bias, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa. Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan yang paling tua. Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau keragaman terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal. Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Misalnya, untuk anak tuna netra, mereka memerlukan layanan khusus berupa braille, orientasi mobilitas. Anak tuna rungu memerlukan komunikasi total, bina persepsi bunyi: anak tuna daksa memerlukan layanan mobilisasi dan aksesilbilitas, dan layanan terapi untuk mendukung fungsi fisiknya. Ada empat bentuk pelayanan pendidikan dengan sistem segregasi yaitu: a) Sekolah Luar Biasa (SLB) Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja) sehingga ada SLB untuk tuna netra (SLB-A), SLB untuk tuna rungu (SLB-B), SLB untuk tuna grahita (SLB-C), SLB untuk tuna daksa (SLB-D), dan SLB untuk tuna laras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Selain ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula yang mendidik lebih dari satu kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk Anak tuna rungu dan tuna grahita. SLB-ABCD, yaitu SLB untuk anak tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, dan tuna daksa. Hal ini terjadi karena jjumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas. b) Sekolah Luar Biasa Berasrama Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB bersrama tinggal di asrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannya pun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk tuna netra, SLB untuk tuna rungu (SLB-B), SLB untuk tuna grahita (SLB-C), SLB untuk tuna daksa (SLB-D), dan SLB untuk tuna laras (SLB-E), serta SLB AB untuk anak tuna netra dan tuna rungu. Pada SLB berasrama terdapat kesinambungan program pembelajaran yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput. c) Kelas Jauh / Kelas Kunjung Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memeeberi layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan kelas jauh /kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar. Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher). Kegiatan admistrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut. d) Sekolah Dasar Luar Biasa Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus, pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, dan tuna daksa. Tenaga kependidikan di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk tuna netra, guru untuk tuna rungu, guru untuk tuna grahita, guru untuk tuna daksa, guru agama, dan guru olah raga. Selain tenga kependidikan, di SDLB dilengkapi dengan tenaga ahli.yang berkaitan dengan kelainan mereka, antara lain dokter umum, dokter spesialis, fisioterapis, psikolog, speech therapish, audiolog. Selian itu ada tenaga administrasi dan penjaga sekolah. Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikululum yang digunakan di SLB untuk tingkat dasar yang disesuaikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajat dilakukan secara individual, kelompok dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing.pendekatan yang dipakai juga lebih ke pendekatan individualisasi. Selain kegiatan pembelajaran, dalam rangka rehabilitasi di SDLB juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak. Anak tuna netra memperoleh latihan menulis dan membaca braille dan orientasi moobilitas; anak tuna rungu memperoleh latihan membaca ujaran, komunikasi total bina persepsi bunyi dan irama; tuna grahita memperoleh layanan mengurus diri sendiri; anak tuna daksa memperoleh layanan fisioterapi dan latihan koordinasi motorik. Lama pendidikan di SDLB sama dengan lama pendidikan di SLB konvensional uuntuk tingkat dasar, yaitu anak tuna netra, tuna grahita, dan tuna daksa selama 6 tahun, dan anak tuna rungu 8 tahun. Sejalan dengan perbaikan istem perundangan di RI yaitu UU RI no.2 tahun 1989 dan PPNo.72 Tahun 1991, dalam pasal 4 PP No.72 Tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari: a) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun. b) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun. c) Seklah Menengah Luar Biasa (SMALB) minimal 3 tahun. Selain itu, pasal 6 PP No.72 Tahun 1991 juga dimungkinkan penyelenggaraaan Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai tiga tahun. Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu / Integrasi Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu yakni sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagian, keterpaduan dalam rangka sosialisasi. Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10% dari jumlah siswa keseluruhan. Selain itu dalam satu kelas hanya satu jenis kelainan. Hal ini untuk menjaga beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melyani berbagai macam kelainan. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkenutuhan khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus tau guru kelas pada kelas khusus. Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut adalah: 1) Bentuk Kelas Biasa Dalam bentuk keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru bidang studi semaksimal mungkin dengan memeperhatikan petunjuk-petunjuk khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas biasa. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut dengan keterpaduan penuh. Dalam keterpaduan ini, guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orang tua anak berkebutuhan khusus. Sebagai konsultan, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai penasehat kurikulum, maupun permasalahan dalam mengajar anakcberkebutuhan khusus. Oleh karena itu perlu disediakan ruang konsultasi untuk guru pembimbing khusus. Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda dengan yang digunakan dalam seolah umum. Tetapi, untuk beberapa mata pelajaran yang disesuaikan dengan ketunaan anak. Misalnya, untuk anak tuna netra untuk pelajaran menggambar, matematika, menulis, membaca, perlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak tuna rungu mata pelajaran kesenian, bhasa asing/bahasa Indonesia ( lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara anak. 2) Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus, belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak noormal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK) dengan menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai. Untuk keperluan teersebut di ruang bimbingan khusus dilengkai dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan dan bimbingan khusus. Misalnya untuk anak tuna netra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga keterpaduan sebagian. 3) Bentuk Kelas Khusus Dalam keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan tepadu. Keterpaduan ini disebut juga dengan keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi. Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan adalah pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, yang artinya anak berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik, seperti olah raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahatatau acara lain yang diadakan oleh sekolah. Pendidikan Inklusif Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 5 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan. Selama ini, pendidikan bagi anak yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa atau anak berkebutuhan khusus (ALB) disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak berkebutuhan khusus dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan tunaganda. Sementara itu, pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang juga menampung anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak tunanetra, itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah umum yang keberatan menerima anak berkebutuhan khusus. Di samping itu keberadaan sekolah khusus lokasinya sebagian besar berada di Ibu Kota Kabupaten, padahal anak-anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa). Akibatnya, sebagian anak-anak berkebutuhan khusus, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah; sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan di atas apabila dibiarkan akan berakibat pada kegagalan program wajib belajar. Akibat lebih lanjut, mutu sumber daya manusia (SDM) akan semakin tertinggal. CIRI-CIRI PENDIDIKAN INKLUSIF Menurut Prof Dr. Mulyono Abdur Rohman, ciri-ciri pendidikan inklusif adalah sebagai berikut: a) Siswa yang berusia sama duduk dalam kelas yg sama b) Siswa saling bekerja sama dgn sesamanya c) Siswa merasa kelas sebagai milik bersama d) Siswa memiliki pengalaman berhasil e) Siswa belajar mengembangkan sikap toleransi f) Siswa belajar mengembangkan sikap empati g) Guru menerima perbedaan siswa h) Guru mengembangkan dialog dgn siswa i) Guru mendorong terjadinya interaksi promotif antar siswa j) Guru menjadikan sekolah menarik bagi siswa k) Guru membuat siswa aktif Guru mempertimbangkan perbedaan antar siswa dlm kelasnya l) Guru menyiapkan tugas2 yg berbeda untuk siswa2 nya m) Guru fleksibel dan kreatif  Landasan Bahwa ABK Perlu Sekolah atau Perlu Mendapat Pendidikan Layanan pendidikan bagi ABK dikenal dengan Pendidikan Luar Biasa atau kini disebut juga Pendidikan Khusus (special education) atau ortopedogik. Berasal dari Bahasa Yunani, ortos yang berarti lurus, baik, normal, paedos yang berarti anak, dan agogos artinya pendidikan atau bimbingan. Jadi, pendidikan luar biasa berarti pendidikan yang bersifat meluruskan, memperbaiki, dan menormalkan.  Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 5 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.  Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang No.20 Tahun 2003) pasal 32 disebutkan bahwa “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.” Pemerintah telah menjamin pendidikan bagi ABK dalam undang-undang tersebut agar mendapatkan pendidikan layaknya anak normal lain. Undang-undang Ini merupakan landasan yuridis yang memberikan kesamaan hak dalam memperoleh layanan pendidikan yang layak bagi semua ABK. Tidak akan ada lagi perbedaan dalam hal pendidikan untuk anak luar biasa. Ada tiga alasan mengapa ABK memerlukan layanan pendidikan khusus, yaitu 1. Individual differences, manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda. memiliki kapasitas intelektual, sosial, fisik, suku, agama yang berbeda, sehingga memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. 2. Potensi siswa akan berkembang optimal dengan adanya layanan pendidikan khusus 3. Siswa ABK akan lebih terbantu dalam melakukan adaptasi sosial. Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menyelenggarakan konferensi dunia tentang Pendidikan Untuk Semua/PUS (Education for All/EFA) di Jomtien, Thailand, pada 1990. Konferensi tersebut menghasilkan dua tujuan utama sebagai berikut: (1) membawa semua anak masuk sekolah, dan (2) memberikan semua anak pendidikan yang sesuai. Inti dari konferensi tersebut adalah untuk menjamin hak semua orang tanpa memandang perbedaan-perbedaan dari setiap individu yang ada. Pada tahun 1994 ditetapkan bahwa pendidikan di seluruh dunia dilaksanakan secara inklusif. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang mana sekolah umum dapat melayani semua anak, terutama mereka yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus. Dinyatakan pula dalam kesepakatan tersebut bahwa pendidikan adalah hak untuk semua (education for all), tidak peduli apakah orang itu cacat atau normal, kaya atau miskin, dan juga tidak membedakan warna kulit, ras, suku, dan agama. Dengan demikian, jelas bahwa penidikan diberikan tidak hanya untuk anak normal, melainkan anak berkebutuhan khusus pun sangat perlu mendapatkan pendidikan yang layak dan tidak dibedakan dengan anak normal lainnya. Menjadi harapan kita bersama semoga pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, apapun modelnya, baik segregratif atau inklusif dapat lebih baik di masa mendatang sehingga ABK dapat mengembangkan kemampuannya hingga mencapai taraf yang optimal dan mampu menghasilkan karya-karya yang luar biasa di tengah keterbatasan yang mereka miliki.

karakteristik konselor

Ada 11 karekteristik konselor : 1. Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (Self-knowledge) Disini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara nyata apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. Pemahaman ini sangat penting bagi konselor, karena beberapa alasan sebagai berikut: • Konselor yang memiliki persepsi yang akurat akan dirinya maka dia juga akan memiliki persepsi yang kuat terhadap orang lain. • Konselor yang terampil memahami dirinya maka ia juga akan memahami orang lain. 2. Kompetensi (Competence) Kompetensi dalam karakteristik ini memiliki makna sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu klien. kompetensi sangatlah penting, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Adapun kompetensi dasar yang seyogianya dimiliki oleh seorang konselor, antara lain : • Penguasaan wawasan dan landasan pendidikan • Penguasaan konsep bimbingan dan konseling • Penguasaan kemampuan assesmen • Penguasaan kemampuan mengembangkan program bimbingan dan konseling • Penguasaan kemampuan melaksanakan berbagai strategi layanan bimbingan dan konseling • Penguasaan kemampuan mengembangkan proses kelompok • Penguasaan kesadaran etik profesional dan pengembangan profesi • Penguasaan pemahaman konteks budaya, agama dan setting kebutuhan khusus 3. Kesehatan Psikologis yang Baik Seorang konselor dituntut untuk dapat menjadi model dari suatu kondisi kesehatan psikologis yang baik bagi kliennya, yang mana hal ini memiliki pengertian akan ketentuan dari konselor dimana konselor harus lebih sehat kondisi psikisnya daripada klien. Kesehatan psikologis konselor yang baik sangat penting dan berguna bagi hubungan konseling. Karena apabila konselor kurang sahat psikisnya, maka ia akan teracuni oleh kebutuhan-kebutuhan sendiri, persepsi yang subjektif, nilai-nilai keliru, dan kebingungan. 4. Dapat Dipercaya (trustworthnyangess) Konselor yang dipercaya dalam menjalankan tugasnya memiliki kecenderungan memiliki dan perilaku sebagai berikut: • Memiliki pribadi yang konsisten • Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun perbuatannya. • Tidak pernah membuat orang lain kesal atau kecewa. • Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak ingkar janji dan mau membantu secara penuh. 5. Kejujuran (honest) Yang dimaksud dengan kejujuran disini memiliki pengertian bahwa seorang konselor itu diharuskan memiliki sifat yang terbuka, autentik, dan sejati dalam pemberian layanannya kepada konseli. Jujur disini dalam pengertian memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam kualitas diri actual (real-self) dengan penilaian orang lain terhadap dirinya (public self). Sikap jujur ini penting dikarenakan: • Sikap keterbukaan konselor dan klien memungkinkan hubungan psikologis yang dekat satu sama lain dalam kegiatan konseling. • Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif terhadap klien. 6. Kekuatan atau Daya (strength) Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien merasa aman. Klien memandang seorang konselor sebagai orang yang tabah dalam menghadapi masalah, dapat mendorong klien dalam mengatasi masalahnya, dan dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi. Konselor yang memilki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan prilaku berikut: • Dapat membuat batas waktu yang pantas dalam konseling • Bersifat fleksibel • Memiliki identitas diri yang jel 7. Kehangatan (Warmth) Yang dimaksud dengan bersikap hangat itu adalah ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang memiliki kehangatan dalam hidupnya, sehingga ia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan Sharing dengan konseling. Bila hal itu diperoleh maka klien dapat mengalami perasaan yang nyaman. 8. Pendengar yang Aktif (Active responsiveness) Konselor secara dinamis telibat dengan seluruh proses konseling. Konselor yang memiliki kualitas ini akan: (a) mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan dari kalangannya sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide, perasaan, (b) membantu klien dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat membantu, (c) memperlakukan klien dengan cara-cara yang dapat menimbulkan respon yang bermakna, (d) berkeinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan klien dalam konseling. 9. Kesabaran Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan sikap dan prilaku yang tidak tergesa-gesa. 10. Kepekaan (Sensitivity) Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena hal ini akan memberikan rasa aman bagi klien dan klien akan lebih percaya diri apabila berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan. 11. Kesadaran Holistik (menyeluruh) Pendekatan holistik dalam bidang konseling berarti bahwa konselor memahami secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor seorang yang ahli dalam berbagai hal, disini menunjukan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien, dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya. Dimensi-dimensi itu meliputi aspek, fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral-spiritual. Konselor yang memiliki kesadaran holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai berikut: • Menyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks. • Menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan perlunya referal. • Akrab dan terbuka terhadap berbagai teori. sumber: Syamsu, Yusuf, Juntika. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda.

karakteristik konselor

Ada 11 karekteristik konselor : 1. Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (Self-knowledge) Disini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara nyata apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. Pemahaman ini sangat penting bagi konselor, karena beberapa alasan sebagai berikut: • Konselor yang memiliki persepsi yang akurat akan dirinya maka dia juga akan memiliki persepsi yang kuat terhadap orang lain. • Konselor yang terampil memahami dirinya maka ia juga akan memahami orang lain. 2. Kompetensi (Competence) Kompetensi dalam karakteristik ini memiliki makna sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu klien. kompetensi sangatlah penting, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Adapun kompetensi dasar yang seyogianya dimiliki oleh seorang konselor, antara lain : • Penguasaan wawasan dan landasan pendidikan • Penguasaan konsep bimbingan dan konseling • Penguasaan kemampuan assesmen • Penguasaan kemampuan mengembangkan program bimbingan dan konseling • Penguasaan kemampuan melaksanakan berbagai strategi layanan bimbingan dan konseling • Penguasaan kemampuan mengembangkan proses kelompok • Penguasaan kesadaran etik profesional dan pengembangan profesi • Penguasaan pemahaman konteks budaya, agama dan setting kebutuhan khusus 3. Kesehatan Psikologis yang Baik Seorang konselor dituntut untuk dapat menjadi model dari suatu kondisi kesehatan psikologis yang baik bagi kliennya, yang mana hal ini memiliki pengertian akan ketentuan dari konselor dimana konselor harus lebih sehat kondisi psikisnya daripada klien. Kesehatan psikologis konselor yang baik sangat penting dan berguna bagi hubungan konseling. Karena apabila konselor kurang sahat psikisnya, maka ia akan teracuni oleh kebutuhan-kebutuhan sendiri, persepsi yang subjektif, nilai-nilai keliru, dan kebingungan. 4. Dapat Dipercaya (trustworthnyangess) Konselor yang dipercaya dalam menjalankan tugasnya memiliki kecenderungan memiliki dan perilaku sebagai berikut: • Memiliki pribadi yang konsisten • Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun perbuatannya. • Tidak pernah membuat orang lain kesal atau kecewa. • Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak ingkar janji dan mau membantu secara penuh. 5. Kejujuran (honest) Yang dimaksud dengan kejujuran disini memiliki pengertian bahwa seorang konselor itu diharuskan memiliki sifat yang terbuka, autentik, dan sejati dalam pemberian layanannya kepada konseli. Jujur disini dalam pengertian memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam kualitas diri actual (real-self) dengan penilaian orang lain terhadap dirinya (public self). Sikap jujur ini penting dikarenakan: • Sikap keterbukaan konselor dan klien memungkinkan hubungan psikologis yang dekat satu sama lain dalam kegiatan konseling. • Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif terhadap klien. 6. Kekuatan atau Daya (strength) Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien merasa aman. Klien memandang seorang konselor sebagai orang yang tabah dalam menghadapi masalah, dapat mendorong klien dalam mengatasi masalahnya, dan dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi. Konselor yang memilki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan prilaku berikut: • Dapat membuat batas waktu yang pantas dalam konseling • Bersifat fleksibel • Memiliki identitas diri yang jel 7. Kehangatan (Warmth) Yang dimaksud dengan bersikap hangat itu adalah ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang memiliki kehangatan dalam hidupnya, sehingga ia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan Sharing dengan konseling. Bila hal itu diperoleh maka klien dapat mengalami perasaan yang nyaman. 8. Pendengar yang Aktif (Active responsiveness) Konselor secara dinamis telibat dengan seluruh proses konseling. Konselor yang memiliki kualitas ini akan: (a) mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan dari kalangannya sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide, perasaan, (b) membantu klien dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat membantu, (c) memperlakukan klien dengan cara-cara yang dapat menimbulkan respon yang bermakna, (d) berkeinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan klien dalam konseling. 9. Kesabaran Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan sikap dan prilaku yang tidak tergesa-gesa. 10. Kepekaan (Sensitivity) Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena hal ini akan memberikan rasa aman bagi klien dan klien akan lebih percaya diri apabila berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan. 11. Kesadaran Holistik (menyeluruh) Pendekatan holistik dalam bidang konseling berarti bahwa konselor memahami secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor seorang yang ahli dalam berbagai hal, disini menunjukan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien, dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya. Dimensi-dimensi itu meliputi aspek, fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral-spiritual. Konselor yang memiliki kesadaran holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai berikut: • Menyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks. • Menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan perlunya referal. • Akrab dan terbuka terhadap berbagai teori. sumber: Syamsu, Yusuf, Juntika. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda.

kepemimpinan masa depan

TUGAS MATA KULIAH EVALUASI KINERJA Kepemimpinan Pendidikan yang Profesional dan Ciri Kepemimpinan Masa Depan BAB I PENDAHULUAN Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Di mana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Di mana mutu Sumber Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya. Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana dan prasarana, biaya serta seluruh komponen tersebut memenuhi syarat tertentu. Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang profesional. Tenaga kependidkan mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan pengetahuan, ketrampilan, dan karakter peserta didik. Oleh karena itu tenaga kependidikan yang profesional akan melaksanakan tugasnya secara profesional sehingga menghasilkan tamatan yang lebih bermutu. Dari penjelasan mengenai berbagai sumber daya yang ada dalam suatu lembaga pendidikan tersebut. Keseluruhannya tidak dapat berjalan secara baik tanpa adanya manajemen yang jelas serta adanya seorang pemimpin pendidikan yang mengarahkan serta mengawasi jalannya proses administrasi yang ada. Selain itu, kepemimpinan pendidikan harus dapat menguasai kebutuhan pendidikan di masa depan sehingga tantangan yang dapat mempengaruhi keberhasilann proses pendidikan dapat diatasi dengan efektif dan efisien. Maka dari itu dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai bagaiman kepemimpinan pendidikan yang professional yang berkaitan dengan tanggungjawabnya terutama dalam sebuah lembaga pendidikan dan ciri kepemimpinan masa depan. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan Leadership atau kepemimpinan adalah “proses pengaruh-mempengaruhi antar pribadi atau antar orang dalam situasi tertentu, melalui proses komunikasi terarah untuk mencapai suatu tujuan tertentu” atau menurut McFarland (1978) kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberikan perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan. Menurut Robbins kepemimpinan adalah kemampuan memengarhui kelompok ke ara pencapai tujuan. Sedangkan definisi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagian manusia. Menurut H.M. Arifin Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian, serta kemampuan dasa anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun nonformal. Dapat disimpulkan Kepemimpinan pendidikan adalah suatu aktifitas atau kegiatan yang dilakukan dengan terencana dalam proses pembelajaran yang melibatkan perangkat pendidikan ( pendidik, peserta didik, sarana prasarana, kurikukulum dan lain-lain) untuk mencapai tujuan pendidikan. 2. Kepala Sekolah dalam Kepemimpinan Pendidikan Sosok seorang pemimpin sangat menjadi titik sentral dalam proses pendidikan. Dalam hal ini sangat penting terkait dengan manajemen pendidikan. Ketika seorang pemimpin mampu menorganisir kegiatan pendidikan maka proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar. Mengenai kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan dalam hal ini kepala sekolah, kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. 3. Persyaratan Pemimpin Pendidikan yang Efektif Menurut Mulyono, seorang kepala lembaga pendidikan paling tidak memiliki beberapa persyaratan untuk menciptakan sekolah yang mereka pimpin menjadi sekolah efektif yaitu: - Memliki kesehatan jasmani dan rohani yang baik - Berpegang teguih pada tujuan yang dicapai - Bersemangat - Cakap di dalam member bimbingan - Jujur - Cerdas - Cakap di dalam hal mengajar dan menaruh perhatian kepercayaan yang baik dan berusaha untuk mencapainya. (2011:115) Di samping itu pula Dede Rosyada menjelaskan seorang pemimpin lembaga sekolah harus mempertimbangkan tugas manajerial sekolah, sebagai berikut: - Kemampuan menciptakan ide-ide dan solusi yang kreatif - Kemampuan membuat perencanaan jangka pendek dan panjang - Kemampuan mengorganisasi tanggung jawab yang baik - Kemampuan berkomunikasi dengan jajaran lembaga sekolah - Kemamupuan memberikan motivasi - Kemampuan melakukan evaluasi 4. Unsur-unsur Kepemimpinan. Proses kepemimpinan dapat berjalan jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : o Ada yang memimpin o Ada yang dipimpin o Ada kegiatan pencapaian tujuan o Ada tujuan atau target sasaran 5. Tipe-Tipe Dasar Kepemimpinan a. Kepemimpinan otoriter : sangat mengandalkan kedudukannya / kekuasaannya sebagai pemimpin. b. Kepemimpinan laizes-faire : pemimpin yang keberadaannya haya sebagai lambing c. Kepemimpinan demokratis : mengutamakan kerjasama antara atasan dan bawahan d. Kepemimpinan pseudo-demokratis : nampak seperti demokratis tetapi semu karena tetap otoriter dan demi kepentingan kelompok tertentu saja. 6. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan antara lain: 1. Karakteristik orang yang dipimpin 2. Pekerjaan lingkungan sekolah 3. Kultur atau budaya setempat 4. Kepribadian kelompok 5. Waktu yang dimiliki oleh sekolah 7. Kepemimpinan Pendidikan yang Profesional Kepemimpinan berasal dari akar kata “pemimpin” adalah orang yang dikenaloleh dan berusaha mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisir visinya.Seorang pemimpin mendesain pekerjaan beserta mekanismenya, didukung staf yang melaksanakan tugas sesuai kemampuan dan keahliannya. Hal yang penting mengenai komponen kepemimpinan adalah: 1.Proses rangkaian tindakan 2.Mempengaruhi dan memberi teladan 3.Memberi perintah dengan cara persuasi dan manusiawi 4.Pengikut mematuhi perintah 5.Menggunakan authority dan power 6.Menggerakkan atau mengerahkan semua personel dalam institusi gunamenyelesaikan tugas. 8. Ciri-ciri Kepala Sekolah Profesional Kepala sekolah memiliki peran strategis dalam pengembangan sekolah. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi dan profesionalisme yang memadai. Saat ini, sebagai perwujudan dari demokratisasi dan desentralisasi pendidikan sekolah diberikan keleluasan dalam mendayagunakan sumber daya yang ada secara efektif. Untuk itu lembaga pendidikan membutuhkan tenaga-tenaga profesional yang berkompeten dalam upaya mengelola sekolah. Secara implisit nilai dari profesionalisme menurut Tilaar, H.A.R. yang dikutip dalam (http://edukasi.kompasiana.com diakses pada 7 November 2011) dapat diketahui melalui: a) Memiliki keahlian khusus b) Merupakan suatu panggilan hidup c) Memiliki teori-teori yang baku secara universal d) Mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri sendiri e) Dilengkapi kecakapan diagnostik dan kompetensi yang aplikatif f) Memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya g) Mempunyai kode etik h) Mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang yang lain Sedangkan dalam konteks dimensi kompetensi, seorang kepala sekolah profesional dituntut memiliki sejumlah kompetensi. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada lima dimensi kompetensi yaitu: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. 1. Kompetensi kepribadian, artinya : - Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas disekolah. - Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin. - Memiliki keinginan yang kuat di dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah. - Bersifat terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. - Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah. - Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan. 2. Komepetensi managerial,artinya : - Menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan. - Mengembangkan sekolah sesuai dengan kebutuhan. - Memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah secara optimal. - Mengelola perubahan dan penge-mbangan sekolah menuju organi sasi pembelajaran yang efektif. - Menciptakan budaya dan iklim se kolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik. - Mengelola guru dan staf dalam rangka pemberdayaan sumber da ya manusia secara optimal. - Mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendaya gunaan secara optimal. - Mengelola hubungan antara seko lah dan masyarakat dalam rangka mencari dukungan ide, sumber belajar dan pembeayaan. - Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru dan penempatan pengemba ngan kapasitas peserta didik. - Mengelola pengembangan kuriku lum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional. - Mengelola keuangan sekolah se suai dengan prinsip pengelolaan yang akuntable, transparan dan efisien. - Mengelola ketatausahaan seko-lah dalam mendukung pencapai-an tujuan sekolah. - Mengelola unit layanan khusus dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peser ta didik disekolah. - Mengelola sistim informasi seko-lah dalam rangka penyusunan pro gram dan pengambilan keputus-an. - Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah. - Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pro gram kegiatan sekolah dengan prosedur yang tepat, serta meren canakan tindak lanjutnya. 3. Kompetensi kewirausahaan, artinya: - Menciptakan inovasi yang bergu na bagi sekolah. - Bekerja keras untuk mencapai ke berhasilan sekolah sebagai orga nisasi pembelajaran yang efektif. - Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tu gas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah. - Pantang menyerah dan selalu mencari solusi yang terbaik da-lam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah. - Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan pro-duksi/jasa sekolah sebagai sum-ber belajar peserta didik. 4. Kompetensi supervisi, artinya : - Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka pening katan profesionalisme guru. - Melaksanakan supervisi akade-mik terhadap guru dengan meng gunakan pendekatan dan super visi yang tepat. - Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesional isme guru. 5. Kompetensi sosial, artinya : - Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah. - Berpartisipasi dalam kegiatan so sial kemasyarakatan. - Memiliki kepekaan sosial terha-dap orang atau kelompok lain. 9. Dampak Kepala Sekolah Profesional a) Efektivitas proses pendidikan Peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan memiliki efektivitas pendidikan yang tinggi, yang tampak dari sifat pendidikan yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. b) Tumbuhnya kepemimpinan sekolah yang kuat Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah. c) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif Tenaga kependidikan terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah. d) Budaya mutu Budaya mutu tertanam di sanubari semua kepala sekolah, sehingga setiap perilaku didasari oleh profesionalisme. e) Teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis. Kebersamaan merupakan karakteristik yang dituntut oleh profesionalisme kepala sekolah, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. f) Kemandirian Kepala sekolah memiliki kemandirian untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan g) Partisipasi warga sekolah dan masyarakat Peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. h) Transparansi manajemen Dalam wacana demokrasi pendidikan, transparansi pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang harus diwujudkan dalam meningkatkan propesionalisme tenaga kependidikan. i) Kemauan untuk berubah Perubahan harus menjadi kenikmatan bagi semua warga sekolah menuju peningkatan kearah yang lebih baik. j) Evaluasi dan perbaikan berkelanjutan Evaluasi terhadap profesionalisme tenaga kependidikan harus dilakukan secara teratur. k) Tanggap terhadap kebutuhan Sekolah tanggap terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. l) Akuntabilitas Sekolah dituntut untuk melakukan pertanggungjawaban terhadap semua pelaksanaan pendidikan. m) Sustainabilitas Paradigma baru kepala sekolah profesional dalam konteks MBS memiliki sustainabilitas yang tinggi karena mengangkat mutu sekolah dan pendidikan (http://id.shvoong.com, diakses pada 7 November 2011). Seorang pemimpin harus pula memiliki pengetahuan dan keterampilan profesional. Pengetahuan profesional meliputi: 1. Pengetahuan terhadap tugas, kepala sekolah harus mampu secara menyeluruh mengetahui banyak tentang lingkungan organisasi atau sekolah di mana organisasi atau sekolah tersebut berada 2. Harus memahami hubungan kerja antar berbagai unit, pendelegasian wewenang, sikap bawahan, serta bakat dan kekurangan dari bawahan 3. Wawasan organisasi dan kebijaksanaan khusus, perundang-undangan dan prosedur 4. Harus memiliki satu perasaan rill untuk semangat dan suasana aktivitas diri orang lain dan staf yang harus dihadapi 5. Harus mengetahui layout secara fisik bangunan, kondisi operasional, berbagai macam keganjilan dan problema yang biasa terjadi 6. Harus mengetahui pelayanan yang tersedia untuk dirinya dan bawahan, serta kontrol yang dipakai oleh manajemen tingkat yang lebih tinggi (http://www.slideshare.net, diakses pada 6 Juni 2010). B. KEPEMIMPINAN MASA DEPAN Pemimpin masa depan haruslah yang memiliki ciri-ciri kepemimpinan modern, yakni memiliki semangat, nilai-nilai, dan pikiran-pikiran modern. Pada dasarnya bagi bangsa Indonesia seorang pemimpin harus memiliki tiga sifat, yaitu:  Pertama, ia harus memiliki idealisme, artinya jelas ke mana atau ke arah mana ia ingin membawa yang dipimpinnya.  Kedua, ia harus memiliki pengetahuan, untuk dapat secara efektif membawa yang dipimpin ke arah tujuan yang "diidealkannya". Ia harus mengetahui cara memimpin dan menguasai bidang atau tugas dari kelompok yang dipimpinnya. Dengan demikian, ia harus seorang profesional. Ini berarti bahwa seorang pemimpin, bukan hanya mengerti teknik kepemimpinan, tetapi juga menguasai bidang yang menjadi tanggung jawabnya.  Ketiga, seorang pemimpin harus menjadi teladan, dan sumber inspirasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin diharapkan manusia -manusia yang beriman dan bertakwa, karena hanya di atas iman dan taqwa, pembangunan yang berakhlak dapat diselenggarakan. Masa depan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan masa kini dan masa lampau. Begitu pula pemimpin masa depan, ia harus dapat berpikir secara menyeluruh melacak sejarah, menapakkan kakinya pada kekinian, serta sekaligus “bertualang” menjelajahi masa depan. Ia harus memperhatikan berbagai kendala masa lalu dan masa kini, tetapi ia pun harus memiliki daya cipta untuk membawa yang dipimpinnya ke dalam kehidupan yang lebih sejahtera lahir batin di masa depan. Ia harus dapat melihat ke belakang, ke dalam masanya, dan ke masa depan, dan memahami semua yang dilihatnya dalam rangka aspirasi bangsanya. Ciri-ciri Kepemimpinan Masa Depan Menurut Tiong (1997) ciri-ciri kepemimpinan kepala sekolah yang efektif adalah: 1.Adil dan tegas dalam mengambil keputusan 2.Membagi tugas secara adil kepada guru 3.Menghargai partisipasi staf 4.Memahami perasaan guru 5.Memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan 6.Terampil dan tertib 7.Berkemampuan dan efisien 8.Memiliki dedikasi dan rajin 9.Tulus dan ikhlas 10.Percaya diri BAB. III PENUTUP KESIMPULAN Dari paparan yang dikemukakan tersebut, dapatla ditarik suatu kesimpula mengenai Kepemimpinan Pendidikan yang Profesional dan Ciri Kepemimpinan Masa Depan. Adapun kesimpulannya adalah sebagai berikut ini : 1) Kepemimpinan pendidikan adalah suatu aktifitas atau kegiatan yang dilakukan dengan terencana dalam proses pembelajaran yang melibatkan perangkat pendidikan ( pendidik, peserta didik, sarana prasarana, kurikukulum dan lain-lain) untuk mencapai tujuan pendidikan. 2) Kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan, yakni kepala sekolah, kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. 3) Unsur-unsur Kepemimpinan ada yang memimpin, ada yang dipimpin, ada kegiatan pencapaian tujuan, ada tujuan atau target sasaran 4) Tipe-Tipe Dasar Kepemimpinan yakni : Kepemimpinan otoriter, Kepemimpinan laizes-faire, Kepemimpinan demokratis, Kepemimpinan pseudo-demokratis. 5) Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan antara lain : Karakteristik orang yang dipimpin, Pekerjaan lingkungan sekolah, Kultur atau budaya setempat, Kepribadian kelompok, Waktu yang dimiliki oleh sekolah 6) Kepala sekolah merupakan pemimpin pada sebuah lembaga pendidikan yang harus memiliki jiwa kepemimpinan yang baik agar dapat memberikan dampak positif bagi lembaga yang ia pimpin. 7) Tiga sifat dasar yang harus dimiliki seorang pemimpin Pertama, ia harus memiliki idealisme, artinya jelas ke mana atau ke arah mana ia ingin membawa yang dipimpinnya.Kedua, ia harus memiliki pengetahuan, Ketiga, seorang pemimpin harus menjadi teladan, dan sumber inspirasi. 8) Ciri-ciri Kepemimpinan Masa Depan 9) Menurut Tiong (1997) ciri-ciri kepemimpinan kepala sekolah yang efektif adalah: 1.Adil dan tegas dalam mengambil keputusan 2.Membagi tugas secara adil kepada guru 3.Menghargai partisipasi staf 4.Memahami perasaan guru 5.Memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan 6.Terampil dan tertib 7.Berkemampuan dan efisien 8.Memiliki dedikasi dan rajin 9.Tulus dan ikhlas 10.Percaya diri 10) Jadi kepemimpinan masa depan harus lebih efektif dan lebih baik dari kepemimpinan yang ada pada saat ini dan pada masa lampau. DAFTAR PUSTAKA Akib, Haedar. Reaktualisasi Fungsi dan Peranan Kepala Sekolah, (Online), (http://smpn29samarinda.wordpress.com, diakses pada 8 Juni 2010). Burhanudin; Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan pendidikan; Bumi Aksara; Jakarta ;1994 Damayanti, Sri. 2008. Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses pada 6 Juni 2010). Iwan, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Online), (http://www.slideshare.net, diakses pada 6 Juni 2010). Lamberi, Busro dkk; Pengantar Kepemimpinan Pendidikan; Usaha Nasional : Surabaya Munir, Abdullah. 2008. Menjadi Kepala Sekolah Efektif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Permana, Johar, Drs. H. M.A. dan Kesuma, Darma, Drs. 2009. Kepemimpinan Pendidikan; dalam Riduwan, M.Pd. (Ed), Manajemen Pendidikan (hlm. 351-368). Bandung: Alfabeta. Periodesasi Masa Jabatan Kepala Sekolah dan Peningkatan Mutu Pendidikan, (Online), http://www.facebook.com, diakses pada 7 November 2011. Profesi, Profesional, Profesionalisme, Profesinalisasi dan Profesionalitas, (Online), (http://nuritaputranti.wordpress.com, diakses pada 20 Desember 2011). Purwanto, Ngalim dan Sutaadji Djojopranoto; Administrasi pendidikan; Mutiara: Jakarta 1984 Rosmiati, Taty, Dra. M.Pd. dan Kurniady, Dedy, Ahmad, M.Pd. 2009. Kepemimpinan Pendidikan; dalam Riduwan, M.Pd. (Ed), Manajemen Pendidikan (hlm. 125-162). Bandung: Alfabeta. Sagala, Syaiful. 2002. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung : Alfabeta. Sudarwan, Danim. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. Sumarno, Alim, M.Pd. Definisi Konseptual Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Online), (http://elearning.unesa.ac.id, diakses pada 20 Desember 2011). Trianto. 2008, Oktober. Branding Sekolah Yes, Komersial Sekolah No. Media, hlm. 35-36. Wahjosumidjo. 1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Rajawali Pers.
TUGAS MATA KULIAH EVALUASI KINERJA Kepemimpinan Pendidikan yang Profesional dan Ciri Kepemimpinan Masa Depan BAB I PENDAHULUAN Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Di mana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Di mana mutu Sumber Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya. Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana dan prasarana, biaya serta seluruh komponen tersebut memenuhi syarat tertentu. Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang profesional. Tenaga kependidkan mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan pengetahuan, ketrampilan, dan karakter peserta didik. Oleh karena itu tenaga kependidikan yang profesional akan melaksanakan tugasnya secara profesional sehingga menghasilkan tamatan yang lebih bermutu. Dari penjelasan mengenai berbagai sumber daya yang ada dalam suatu lembaga pendidikan tersebut. Keseluruhannya tidak dapat berjalan secara baik tanpa adanya manajemen yang jelas serta adanya seorang pemimpin pendidikan yang mengarahkan serta mengawasi jalannya proses administrasi yang ada. Selain itu, kepemimpinan pendidikan harus dapat menguasai kebutuhan pendidikan di masa depan sehingga tantangan yang dapat mempengaruhi keberhasilann proses pendidikan dapat diatasi dengan efektif dan efisien. Maka dari itu dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai bagaiman kepemimpinan pendidikan yang professional yang berkaitan dengan tanggungjawabnya terutama dalam sebuah lembaga pendidikan dan ciri kepemimpinan masa depan. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan Leadership atau kepemimpinan adalah “proses pengaruh-mempengaruhi antar pribadi atau antar orang dalam situasi tertentu, melalui proses komunikasi terarah untuk mencapai suatu tujuan tertentu” atau menurut McFarland (1978) kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberikan perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan. Menurut Robbins kepemimpinan adalah kemampuan memengarhui kelompok ke ara pencapai tujuan. Sedangkan definisi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagian manusia. Menurut H.M. Arifin Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian, serta kemampuan dasa anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun nonformal. Dapat disimpulkan Kepemimpinan pendidikan adalah suatu aktifitas atau kegiatan yang dilakukan dengan terencana dalam proses pembelajaran yang melibatkan perangkat pendidikan ( pendidik, peserta didik, sarana prasarana, kurikukulum dan lain-lain) untuk mencapai tujuan pendidikan. 2. Kepala Sekolah dalam Kepemimpinan Pendidikan Sosok seorang pemimpin sangat menjadi titik sentral dalam proses pendidikan. Dalam hal ini sangat penting terkait dengan manajemen pendidikan. Ketika seorang pemimpin mampu menorganisir kegiatan pendidikan maka proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar. Mengenai kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan dalam hal ini kepala sekolah, kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. Bahkan secara sederhana dapat disebut sebagai layanan bantuan yang diberikan kepala sekolah terhadap penetapan dan pencapaian tujuan. 3. Persyaratan Pemimpin Pendidikan yang Efektif Menurut Mulyono, seorang kepala lembaga pendidikan paling tidak memiliki beberapa persyaratan untuk menciptakan sekolah yang mereka pimpin menjadi sekolah efektif yaitu: - Memliki kesehatan jasmani dan rohani yang baik - Berpegang teguih pada tujuan yang dicapai - Bersemangat - Cakap di dalam member bimbingan - Jujur - Cerdas - Cakap di dalam hal mengajar dan menaruh perhatian kepercayaan yang baik dan berusaha untuk mencapainya. (2011:115) Di samping itu pula Dede Rosyada menjelaskan seorang pemimpin lembaga sekolah harus mempertimbangkan tugas manajerial sekolah, sebagai berikut: - Kemampuan menciptakan ide-ide dan solusi yang kreatif - Kemampuan membuat perencanaan jangka pendek dan panjang - Kemampuan mengorganisasi tanggung jawab yang baik - Kemampuan berkomunikasi dengan jajaran lembaga sekolah - Kemamupuan memberikan motivasi - Kemampuan melakukan evaluasi 4. Unsur-unsur Kepemimpinan. Proses kepemimpinan dapat berjalan jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : o Ada yang memimpin o Ada yang dipimpin o Ada kegiatan pencapaian tujuan o Ada tujuan atau target sasaran 5. Tipe-Tipe Dasar Kepemimpinan a. Kepemimpinan otoriter : sangat mengandalkan kedudukannya / kekuasaannya sebagai pemimpin. b. Kepemimpinan laizes-faire : pemimpin yang keberadaannya haya sebagai lambing c. Kepemimpinan demokratis : mengutamakan kerjasama antara atasan dan bawahan d. Kepemimpinan pseudo-demokratis : nampak seperti demokratis tetapi semu karena tetap otoriter dan demi kepentingan kelompok tertentu saja. 6. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan antara lain: 1. Karakteristik orang yang dipimpin 2. Pekerjaan lingkungan sekolah 3. Kultur atau budaya setempat 4. Kepribadian kelompok 5. Waktu yang dimiliki oleh sekolah 7. Kepemimpinan Pendidikan yang Profesional Kepemimpinan berasal dari akar kata “pemimpin” adalah orang yang dikenaloleh dan berusaha mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisir visinya.Seorang pemimpin mendesain pekerjaan beserta mekanismenya, didukung staf yang melaksanakan tugas sesuai kemampuan dan keahliannya. Hal yang penting mengenai komponen kepemimpinan adalah: 1.Proses rangkaian tindakan 2.Mempengaruhi dan memberi teladan 3.Memberi perintah dengan cara persuasi dan manusiawi 4.Pengikut mematuhi perintah 5.Menggunakan authority dan power 6.Menggerakkan atau mengerahkan semua personel dalam institusi gunamenyelesaikan tugas. 8. Ciri-ciri Kepala Sekolah Profesional Kepala sekolah memiliki peran strategis dalam pengembangan sekolah. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi dan profesionalisme yang memadai. Saat ini, sebagai perwujudan dari demokratisasi dan desentralisasi pendidikan sekolah diberikan keleluasan dalam mendayagunakan sumber daya yang ada secara efektif. Untuk itu lembaga pendidikan membutuhkan tenaga-tenaga profesional yang berkompeten dalam upaya mengelola sekolah. Secara implisit nilai dari profesionalisme menurut Tilaar, H.A.R. yang dikutip dalam (http://edukasi.kompasiana.com diakses pada 7 November 2011) dapat diketahui melalui: a) Memiliki keahlian khusus b) Merupakan suatu panggilan hidup c) Memiliki teori-teori yang baku secara universal d) Mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri sendiri e) Dilengkapi kecakapan diagnostik dan kompetensi yang aplikatif f) Memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya g) Mempunyai kode etik h) Mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang yang lain Sedangkan dalam konteks dimensi kompetensi, seorang kepala sekolah profesional dituntut memiliki sejumlah kompetensi. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada lima dimensi kompetensi yaitu: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. 1. Kompetensi kepribadian, artinya : - Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas disekolah. - Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin. - Memiliki keinginan yang kuat di dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah. - Bersifat terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. - Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah. - Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan. 2. Komepetensi managerial,artinya : - Menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan. - Mengembangkan sekolah sesuai dengan kebutuhan. - Memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah secara optimal. - Mengelola perubahan dan penge-mbangan sekolah menuju organi sasi pembelajaran yang efektif. - Menciptakan budaya dan iklim se kolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik. - Mengelola guru dan staf dalam rangka pemberdayaan sumber da ya manusia secara optimal. - Mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendaya gunaan secara optimal. - Mengelola hubungan antara seko lah dan masyarakat dalam rangka mencari dukungan ide, sumber belajar dan pembeayaan. - Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru dan penempatan pengemba ngan kapasitas peserta didik. - Mengelola pengembangan kuriku lum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional. - Mengelola keuangan sekolah se suai dengan prinsip pengelolaan yang akuntable, transparan dan efisien. - Mengelola ketatausahaan seko-lah dalam mendukung pencapai-an tujuan sekolah. - Mengelola unit layanan khusus dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peser ta didik disekolah. - Mengelola sistim informasi seko-lah dalam rangka penyusunan pro gram dan pengambilan keputus-an. - Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah. - Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pro gram kegiatan sekolah dengan prosedur yang tepat, serta meren canakan tindak lanjutnya. 3. Kompetensi kewirausahaan, artinya: - Menciptakan inovasi yang bergu na bagi sekolah. - Bekerja keras untuk mencapai ke berhasilan sekolah sebagai orga nisasi pembelajaran yang efektif. - Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tu gas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah. - Pantang menyerah dan selalu mencari solusi yang terbaik da-lam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah. - Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan pro-duksi/jasa sekolah sebagai sum-ber belajar peserta didik. 4. Kompetensi supervisi, artinya : - Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka pening katan profesionalisme guru. - Melaksanakan supervisi akade-mik terhadap guru dengan meng gunakan pendekatan dan super visi yang tepat. - Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesional isme guru. 5. Kompetensi sosial, artinya : - Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah. - Berpartisipasi dalam kegiatan so sial kemasyarakatan. - Memiliki kepekaan sosial terha-dap orang atau kelompok lain. 9. Dampak Kepala Sekolah Profesional a) Efektivitas proses pendidikan Peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan memiliki efektivitas pendidikan yang tinggi, yang tampak dari sifat pendidikan yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. b) Tumbuhnya kepemimpinan sekolah yang kuat Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah. c) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif Tenaga kependidikan terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah. d) Budaya mutu Budaya mutu tertanam di sanubari semua kepala sekolah, sehingga setiap perilaku didasari oleh profesionalisme. e) Teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis. Kebersamaan merupakan karakteristik yang dituntut oleh profesionalisme kepala sekolah, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. f) Kemandirian Kepala sekolah memiliki kemandirian untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan g) Partisipasi warga sekolah dan masyarakat Peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. h) Transparansi manajemen Dalam wacana demokrasi pendidikan, transparansi pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang harus diwujudkan dalam meningkatkan propesionalisme tenaga kependidikan. i) Kemauan untuk berubah Perubahan harus menjadi kenikmatan bagi semua warga sekolah menuju peningkatan kearah yang lebih baik. j) Evaluasi dan perbaikan berkelanjutan Evaluasi terhadap profesionalisme tenaga kependidikan harus dilakukan secara teratur. k) Tanggap terhadap kebutuhan Sekolah tanggap terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. l) Akuntabilitas Sekolah dituntut untuk melakukan pertanggungjawaban terhadap semua pelaksanaan pendidikan. m) Sustainabilitas Paradigma baru kepala sekolah profesional dalam konteks MBS memiliki sustainabilitas yang tinggi karena mengangkat mutu sekolah dan pendidikan (http://id.shvoong.com, diakses pada 7 November 2011). Seorang pemimpin harus pula memiliki pengetahuan dan keterampilan profesional. Pengetahuan profesional meliputi: 1. Pengetahuan terhadap tugas, kepala sekolah harus mampu secara menyeluruh mengetahui banyak tentang lingkungan organisasi atau sekolah di mana organisasi atau sekolah tersebut berada 2. Harus memahami hubungan kerja antar berbagai unit, pendelegasian wewenang, sikap bawahan, serta bakat dan kekurangan dari bawahan 3. Wawasan organisasi dan kebijaksanaan khusus, perundang-undangan dan prosedur 4. Harus memiliki satu perasaan rill untuk semangat dan suasana aktivitas diri orang lain dan staf yang harus dihadapi 5. Harus mengetahui layout secara fisik bangunan, kondisi operasional, berbagai macam keganjilan dan problema yang biasa terjadi 6. Harus mengetahui pelayanan yang tersedia untuk dirinya dan bawahan, serta kontrol yang dipakai oleh manajemen tingkat yang lebih tinggi (http://www.slideshare.net, diakses pada 6 Juni 2010). B. KEPEMIMPINAN MASA DEPAN Pemimpin masa depan haruslah yang memiliki ciri-ciri kepemimpinan modern, yakni memiliki semangat, nilai-nilai, dan pikiran-pikiran modern. Pada dasarnya bagi bangsa Indonesia seorang pemimpin harus memiliki tiga sifat, yaitu:  Pertama, ia harus memiliki idealisme, artinya jelas ke mana atau ke arah mana ia ingin membawa yang dipimpinnya.  Kedua, ia harus memiliki pengetahuan, untuk dapat secara efektif membawa yang dipimpin ke arah tujuan yang "diidealkannya". Ia harus mengetahui cara memimpin dan menguasai bidang atau tugas dari kelompok yang dipimpinnya. Dengan demikian, ia harus seorang profesional. Ini berarti bahwa seorang pemimpin, bukan hanya mengerti teknik kepemimpinan, tetapi juga menguasai bidang yang menjadi tanggung jawabnya.  Ketiga, seorang pemimpin harus menjadi teladan, dan sumber inspirasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin diharapkan manusia -manusia yang beriman dan bertakwa, karena hanya di atas iman dan taqwa, pembangunan yang berakhlak dapat diselenggarakan. Masa depan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan masa kini dan masa lampau. Begitu pula pemimpin masa depan, ia harus dapat berpikir secara menyeluruh melacak sejarah, menapakkan kakinya pada kekinian, serta sekaligus “bertualang” menjelajahi masa depan. Ia harus memperhatikan berbagai kendala masa lalu dan masa kini, tetapi ia pun harus memiliki daya cipta untuk membawa yang dipimpinnya ke dalam kehidupan yang lebih sejahtera lahir batin di masa depan. Ia harus dapat melihat ke belakang, ke dalam masanya, dan ke masa depan, dan memahami semua yang dilihatnya dalam rangka aspirasi bangsanya. Ciri-ciri Kepemimpinan Masa Depan Menurut Tiong (1997) ciri-ciri kepemimpinan kepala sekolah yang efektif adalah: 1.Adil dan tegas dalam mengambil keputusan 2.Membagi tugas secara adil kepada guru 3.Menghargai partisipasi staf 4.Memahami perasaan guru 5.Memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan 6.Terampil dan tertib 7.Berkemampuan dan efisien 8.Memiliki dedikasi dan rajin 9.Tulus dan ikhlas 10.Percaya diri BAB. III PENUTUP KESIMPULAN Dari paparan yang dikemukakan tersebut, dapatla ditarik suatu kesimpula mengenai Kepemimpinan Pendidikan yang Profesional dan Ciri Kepemimpinan Masa Depan. Adapun kesimpulannya adalah sebagai berikut ini : 1) Kepemimpinan pendidikan adalah suatu aktifitas atau kegiatan yang dilakukan dengan terencana dalam proses pembelajaran yang melibatkan perangkat pendidikan ( pendidik, peserta didik, sarana prasarana, kurikukulum dan lain-lain) untuk mencapai tujuan pendidikan. 2) Kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan, yakni kepala sekolah, kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. 3) Unsur-unsur Kepemimpinan ada yang memimpin, ada yang dipimpin, ada kegiatan pencapaian tujuan, ada tujuan atau target sasaran 4) Tipe-Tipe Dasar Kepemimpinan yakni : Kepemimpinan otoriter, Kepemimpinan laizes-faire, Kepemimpinan demokratis, Kepemimpinan pseudo-demokratis. 5) Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan antara lain : Karakteristik orang yang dipimpin, Pekerjaan lingkungan sekolah, Kultur atau budaya setempat, Kepribadian kelompok, Waktu yang dimiliki oleh sekolah 6) Kepala sekolah merupakan pemimpin pada sebuah lembaga pendidikan yang harus memiliki jiwa kepemimpinan yang baik agar dapat memberikan dampak positif bagi lembaga yang ia pimpin. 7) Tiga sifat dasar yang harus dimiliki seorang pemimpin Pertama, ia harus memiliki idealisme, artinya jelas ke mana atau ke arah mana ia ingin membawa yang dipimpinnya.Kedua, ia harus memiliki pengetahuan, Ketiga, seorang pemimpin harus menjadi teladan, dan sumber inspirasi. 8) Ciri-ciri Kepemimpinan Masa Depan 9) Menurut Tiong (1997) ciri-ciri kepemimpinan kepala sekolah yang efektif adalah: 1.Adil dan tegas dalam mengambil keputusan 2.Membagi tugas secara adil kepada guru 3.Menghargai partisipasi staf 4.Memahami perasaan guru 5.Memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan 6.Terampil dan tertib 7.Berkemampuan dan efisien 8.Memiliki dedikasi dan rajin 9.Tulus dan ikhlas 10.Percaya diri 10) Jadi kepemimpinan masa depan harus lebih efektif dan lebih baik dari kepemimpinan yang ada pada saat ini dan pada masa lampau. DAFTAR PUSTAKA Akib, Haedar. Reaktualisasi Fungsi dan Peranan Kepala Sekolah, (Online), (http://smpn29samarinda.wordpress.com, diakses pada 8 Juni 2010). Burhanudin; Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan pendidikan; Bumi Aksara; Jakarta ;1994 Damayanti, Sri. 2008. Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses pada 6 Juni 2010). Iwan, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Online), (http://www.slideshare.net, diakses pada 6 Juni 2010). Lamberi, Busro dkk; Pengantar Kepemimpinan Pendidikan; Usaha Nasional : Surabaya Munir, Abdullah. 2008. Menjadi Kepala Sekolah Efektif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Permana, Johar, Drs. H. M.A. dan Kesuma, Darma, Drs. 2009. Kepemimpinan Pendidikan; dalam Riduwan, M.Pd. (Ed), Manajemen Pendidikan (hlm. 351-368). Bandung: Alfabeta. Periodesasi Masa Jabatan Kepala Sekolah dan Peningkatan Mutu Pendidikan, (Online), http://www.facebook.com, diakses pada 7 November 2011. Profesi, Profesional, Profesionalisme, Profesinalisasi dan Profesionalitas, (Online), (http://nuritaputranti.wordpress.com, diakses pada 20 Desember 2011). Purwanto, Ngalim dan Sutaadji Djojopranoto; Administrasi pendidikan; Mutiara: Jakarta 1984 Rosmiati, Taty, Dra. M.Pd. dan Kurniady, Dedy, Ahmad, M.Pd. 2009. Kepemimpinan Pendidikan; dalam Riduwan, M.Pd. (Ed), Manajemen Pendidikan (hlm. 125-162). Bandung: Alfabeta. Sagala, Syaiful. 2002. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung : Alfabeta. Sudarwan, Danim. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. Sumarno, Alim, M.Pd. Definisi Konseptual Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Online), (http://elearning.unesa.ac.id, diakses pada 20 Desember 2011). Trianto. 2008, Oktober. Branding Sekolah Yes, Komersial Sekolah No. Media, hlm. 35-36. Wahjosumidjo. 1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Rajawali Pers.